AUTOBIOGRAFI PENULIS

| |
Saat penulis lahir hingga balita…..

            Penulis lahir pada tanggal 14 Mei 1996 pada pukul 00.25 WIB dimana semua orang telah terlelap. Untungnya didekat rumah penulis terdapat dokter kandungan yang selalu stand by selama 24 jam untuk menolong semua orang yang membutuhkan pertolongan saat waktu yang tidak diduga-duga. Itu alasannya mengapa sang penulis dari ia kecil hingga sekarang ingin menjadi dokter kelak kemudian hari nanti. Karena menurut penulis, tugas dokter merupakan tugas yang mulia karena dokter membantu selalu siap menyelamatkan pasiennya walaupun waktunya tidak bisa diduga.
            Orang tua penulis senang sekali saat penulis lahir karena bayi mereka berjenis kelamin perempuan. Lalu orang tua penulis memberi nama penulis “Suri Maharani” yang menurut ayah dari penulis nama itu adalah nama yang indah dan patut dihormati karena seorang ratu. Dan pasti ratu itu seorang perempuan yang cantik, jadi orang tua penulis menginginkan anaknya menjadi pribadi yang cantik tidak hanya luar saja namun dari hati juga terpancar cantiknya.
            Penulis hidup di keluarga yang bersuku Lampung dan Jawa. Dengan ayah bersuku Lampung dan Ibu yang bersuku Jawa. Ayah penulis yang dahulunya seorang yang emosinya cukup tinggi, setelah bercampur dengan Ibu penulis yang bersuku Jawa, lambat laun menjadi biasa saja. Beliau emosi kalau ada yang membuatnya benar-benar marah. Penulis ingat sekali akan kata-kata ayahnya yang selalu mengajarkan ia untuk menghadapi masalah dengan santai dan tidak emosi. Karena dengan emosi, seseorang akan mudah untuk dijatuhkan.
            Dari penulis kecil, orang tuanya selalu mengajarkan untuk selalu bertaqwa kepada Allah swt, ramah, bijak untuk menghadapi seuatu masalah dan yang tak kalah penting adalah sopan santun kepada semua orang. Namun semua itu disampaikan oleh orangtua penulis kepada sang penulis dengan bahasa yang mudah dipahami oleh penulis disaat umurnya segitu.
            Saat masih kecil, penulis senang sekali menemukan hal-hal yang baru, menceritakan kepada orangtuanya apa yang telah ia lakukan dan apa yang ia dapatkan dari perilakunya itu. Penulis juga memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dari hal-hal yang kecil hingga hal besar sekalipun. Semua yang tidak boleh dilakukan, selalu ingin dicoba untuk dilakukan. Sehingga orang tua penulis selalu mengawasi penulis agar tidak terjadi apa-apa pada penulis.
            Saat masih kecil penulis kesepian, tidak ada teman bermain karena penulis tidak memiliki kakak dan belum memiliki adik pada waktu itu. Jadi ia bosan dirumah, ia hanya menghabiskan waktunya dirumah untuk bermain dan menonton film kartun yang ia sukai.
            Saat masih kecil penulis senang sekali menonton teletubbies, twiniest, sesame street dan lain-lainnya film anak-anak pada masa itu. Disisi lain, film itu membawa hal positif untuk penulis, ia menjadi ingin mencoba menggambar sesuatu, mewarnai, belajar berhitung, belajar memilih yang benar dan hal-hal yang berbau pendidikan yang lain. Namun disatu sisi itu membawa hal negatif bagi penulis, karena rasa ingin tahunya yang tinggi ia berusaha mencoba apa yang ia dapat dari film itu. Misalnya, saat disuatu film kartun menayangkan adegan yang bermain dengan lebah, suatu waktu saat penulis menemukan lebah yang terjebak dijendela ruang tamu saudaranya dan ia mencoba bermain seperti layaknya yang ditayangkan di tv, namun lebah itu tidak bersahabat dan akhirnya menyengat tangan penulis.
            Lama kelamaan penulis bosan dengan kegiatan yang ia lakukan berulang-ulang disetiap harinya walaupun sesekali ia bermain dengan tetangga dekat dengan rumahnya yang umurnya lebih tua 1 tahun dibandingkan dengan penulis, ia bernama Seppy.  Orang tua penulis memasukkan penulis ke TPA tempat mengaji terdekat untuk mengajari agama anaknya, penulis sangat senang. Penulis bersama seppy sering berangkat mengaji bersama di sore hari. Namun, saat seppy mulai masuk ke taman kanak-kanak, penulis juga merasa kesepian. Ia juga ingin masuk ke taman kanak-kanak seperti seppy. Namun orangtua penulis selalu menemani penulis bermain. Karena ibu penulis tidak diperbolehkan bekerja oleh ayah penulis, ayah penulis menginginkan ibu penulis menemani dan mendidik anak-anaknya dirumah agar tidak kurang perhatian karena ayah penulis akan sangat sering pergi keluar kota untuk mengurusi pekerjaannya.
            Saat penulis berumur 4 tahun, ia sangat senang karena ia mendapatkan adik laki-laki baru. Adik penulis lahir pada tanggal 12 Februari 2000 dan diberi nama Abdul Arafi Febriansyah dan biasa dipanggil Rafi. Akhirnya penulis mendapatkan teman, akhirnya penulis tidak merasa sendirian lagi dirumah, ia menjadi cukup betah dirumah karena ia sudah memiliki adik sekarang. Penulis merasa ia harus bertanggung jawab terhadap adik barunya itu.
            Seiring berjalannya waktu, adik penulis semakin besar dan semakin keras kepala pula. Penulis sering bermain dengan adiknya, namun ia juga sering bertengkar dengan adiknya. Karena penulis dan adiknya masih sama-sama kecil dan belum mengerti, pertengkaran kecil antara penulis dan adiknya pun sering terjadi. Namun disisi lain, penulis sangat sayang kepada adiknya dan sebaliknya, adiknya pun sangat saying kepada penulis.
Saat Penulis Balita
            Saat menginjak usia 5 tahun, penulis senang sekali karena orang tuanya berjanji akan memasukkannya ke taman kanak-kanak saat ia berusia 5 tahun. Inilah saat yang ia tunggu-tunggu. Namun, penulis juga merasa sedih karena harus meninggalkan adiknya dirumah sendiri.


Saat penulis masuk ke Taman Kanak-kanak dan SD….
            Pada saat didaftarkan masuk ke taman kanak-kanak, penulis sangatlah senang. Saat pertama masuk taman kanak-kanak, disana perkenalan terlebih dahulu antara walikelas dan murid muridnya. Penulis mendapat walikelas sebanyak 2 orang yang semuanya baik sekali, mereka bernama Ibu Ida dan Ibu Titin. Salah satu dari wali kelas penulis adalah tetangganya yaitu ibu Titin.
            Saat pertamakali masuk ke taman kanak-kanak penulis sangatlah senang, ia menghabiskan waktunya dari jam 07.30-10.00 WIB di taman kanak-kanaknya. Saat penulis masih di taman kanak-kanak, orang tuanya menitipkan ia kepada abudemen yang sudah dipercaya dan terkadang sepanjang jalan pulang dan pergi, penulis menceritakan semua pengalaman yang terjadi kepada penyetir abudemen tersebut.
Orang pertama yang mengajak ia kenalan bernama anis. Lalu, penulis memiliki sahabat bermain yang baik di taman kanak-kanak bernama Lia, Tania, Koko, Kiki dan Aat. Namun sekarang mereka telah menyebar dan tidak tahu lagi kemana. Setiap hari penulis dan teman-temannya berbagi cerita dan menemukan hal-hal baru. Dari menjahili teman, menggambar dengan kapur warna-warni dikelas, memainkan telepon umum sampai bermain ke tempat anak-anak yang sudah SD.
            Saat penulis menduduki bangku taman kanak-kanak, anak yang menduduki bangku SD sangatlah tinggi dimata mereka. Sampai-sampai sacral bagi mereka untuk memasuki kawasan anak-anak sekolah dasar sekalipun. Namun, penulis dan teman-temannya sudah mencoba hal itu dan voila! Semua teman-teman mengagumi mereka.
            Saat penulis masih di taman kanak-kanak, ia mendapat julukan orang yang pandai bergaul, karena ia tidak membeda-bedakan semua orang yang ia kenal. Bahkan, seseorang yang baru ia kenalpun kalau orangnya baik, akan penulis ajak main.
            Dikalangan teman-teman taman kanak-kanaknya, penulis sudah dianggap sebagai pahlawan. Karena setiap ada yang bertengkar, pasti penulis yang ditunjuk teman-temannya untuk melerai. Sebab pertengkaran itupun banyak, ada yang karena rebutan ayunan, rebutan pensil warna, sampai karena bekalnya diambil sekalipun penulis yang dipanggil untuk melerainya.
            Saat penulis duduk dibangku taman kanak-kanak, ia sangat tidak menyesal karena banyak hal yang ia dapatkan disini. Seperti teman-teman baru, cerita baru, penelitian baru, pengetahuan baru dan masih banyak hal-hal baru lainnya. Penulis sangat senang karena di taman kanak-kanak ia dapat mewarnai dengan lebih banyak warna dari sebelumnya, menggambaar dengan banyak bentuk dari sebelumnya, bernyanyi dengan banyak nyanyian baru di setiap harinya bahkan menari-menari dengan gerakan yang teratur.
            Namun, saat penulis sedang bersemangat untuk sekolah, penyakit Typhus menyerangnya. Penyakit ini menyurutkan kegembiraannya selama ini. Karena penyakit itu, ia harus bergelut dengan jarum infus dan jarum suntik setiap hari selama 14 hari di tempat yang sama sekali tidak ia inginkan yaitu rumah sakit.
            Selama dirumah sakit, penulis sagat merindukan taman kanak-kanaknya, ia merindukan teman-temannya, guru, buku-bukunya, barang-barangnya dan semuanya yang berbau taman kanak-kanak tersayangnya. Penyakit itu pun mengubah tubuhnya yang dahhulu gemuk berisi menjadi kurus dan lemah. Ayah dan ibu penulis pun cukup sedih melihat anaknya yang terbaring lemah dirumah sakit, ayah dan ibu penulis rindu akan kebahagiaan anaknya yang hiang karena penyakit. Sampai-sampai ayah dan ibu penulis meneteskan air mata karena anaknya yang terbaring terlalu lama dirumah sakit.
            Tepat saat penulis 9 hari dirawat dirumah sakit, teman-teman dan guru-guru taman kanak-kanak menengok penulis dirumah sakit. Penulis sangat senang sekali karena akhirnya ia mendapatkan teman setelah sekian lama terbaring di suatu ruangan kecil, sendiri dan ini sangat berbeda dengan suasana dirumah penulis yang tidak menyeramkan seperti di rumah sakit ini. Ia dapat bercerita panjang lebar mengenai pengalamannya di rumah sakit dengan wajah yang mulai ceria lagi saat menceritakan pengalamannya itu.
            Keceriaan penulis hilang saat teman-teman dan guru-guru taman kanak-kanaknya akan pamit pulang. Sedih menyelimuti wajah penulis lagi. Namun orang tua penulis berusaha meluruskan hal yang terjadi. Akhirnya penulis dapat menerima semua hal yang terjadi dan menyurutkan kesedihan penulis sedikit.
            Tepat di hari ke 14 penulis dirumah sakit, penulis dinyatakan sembuh dan diperbolehkan untuk pulang kerumah. Penulis mendapat nasihat dari dokter yang merawatnya yang masih diingat sampai sekarang. Yaitu jangan lagi memakan makanan yang tidak jelas asal-usulnya karena itu cukup membahayakan.
            Saat penulis pulang kerumah, ia sangat rindu dengan rumah, adiknya, mainannya, buku-bukunya dan kamarnya. Keesokan harinya ia tidak sabar untuk masuk ke sekolah namun ditahan oleh orang tuanya karena kondisi yang tidak memungkinkan. Lagi-lagi hal ini membuat penulis bersedih, ia ingin cepat-cepat masuk kesekolah dan bermain bersama teman-temannya disekolah. Ia sedah rindu akan taman kanak-kanaknya namun kondisinya tidak memungkinkan.
            Keesokan harinya, penulis diperbolehkan orang tuanya masuk ke sekolah, hal ini membuat penulis sangat senang dan ceria kembali. Semuanya ia persiapkan, dari buku-buku, alat tulis, dan bekal pun sudah ia persiapkan.
            Saat penulis pergi sekolah, pertama-tama ia senang karena bertemu dengan supir abudemen yang sudah lama tidak ditemuinya. Penulis menceritakan pengalamannya selama dirumah sakit, walaupun kebanyakan duka di antara cerita itu, namun supir abudemen penulis tetap setia mendengarkan cerita satu demi satu dari penulis. Supir abudemen tersebut sangat baik kepada penulis, ia juga menyukai anak-anak sehingga ia baik sekali kepada penulis dan teman-temannya.
            Suatu ketika penulis dimintai gurunya untuk menari sembah. Ini membuat penulis merasa senang Karena saat ia akan perpisahan dengan teman-temannya di taman kanak-kanak.
            Setiap hari penulis berlatih menari setelah pulang sekolah, ia berada di barisan kedua dari depan. Walaupun ia senang belajar menari bersama teman-temannya, disisi lain ia bersedih karena tidak bisa menonton televisi acara kesayangannya yaitu teletubies.
            Setelah pulang dari rumah sakit lalu, kondisi kesehatan penulis pun rentan sakit, ia menjadi sakit-sakitan dan meminum obat setiap hari. Namun hal ini tidak menyurutkan semangat dan kegembiraan penulis. Ia tetap bersemangat untuk bersekolah, bermain, belajar dan latihan menari bersama teman-temannya.
            Saat yang ditunggu pun tiba, akhirnya saat dimana perpisahan teman-teman taman kanak-kanak telah dimulai. Dari pukul 07.00  WIB penulis dandani layaknya seorang putri Lampung, lengkap dengan make up, siger, tapis dan berbagai aksesoris yang mempercantik penulis pada waktu itu. Walaupun keadaan penulis yang pada waktu itu masih tidak fit, namun penulis tidak mau memperlihatkan wajah sakitnya. Ia tetap bergembira bersama teman-temannya.
            Ternyata penulis tampil pada acara pertama. Tidak ada sedikit rasa nervous dalam diri penulis. Karena inilah saat yang ia tunggu dan mengapa harus takut? Fikirnya.
            Penulis sangat percaya diri tampil diatas panggung walaupun penonton yang sangat sesak memenuhi taman budaya, berlenggak-lenggok layaknya penari sembah pemula yang sudah professional. Saat penulis tampil diatas panggung, ayah penulis sampai meneteskan air mata karena melihat anaknya yang betapa semangat dan gembiranya diatas panggung menarikan tarian Lampung padahal kondisinya masih sakit. Namun ditengah-tengah rasa terharu ayah penulis, disini cerita yang tidak disangka-sangka terjadi.
            Saat hikmatnya tarian Lampung itu ditarikan, saat penulis sangat antusias dan sangat serius menarikan tarian tersebut, tapis yang penulis kenakan turun dengan sendirinya. Ternyata tapis tersebut tidak diikat kencang sehingga saat dibawa banyak bergerak, tapis tersebut lepas dan turun. Hal ini menyebabkan seluruh penonton, wali murid, guru-guru, teman-teman, kepala taman kanak-kanak serentak tertawa memenuhi gedung Taman budaya tersebut. Ayah penulis pun yang sedari tadi meneteskan air mata karena terharu, saat itu juga ia tertawa melihat tingkah anaknya yang masih polos diatas pentas.
            Awalnya penulis bingung, ia tidak merasa bersalah dan tidak tahu mengapa penonton semuanya tertawa. Setelah dilihat-lihat, akhirnya penulis menyadari apa yang membuat semua penonton tertawa. Ternyata semua ini karena tapis yang ia pakai lepas dan turun. Terlihatlah celana pendek yang ia kenakan bergambar pelangi yang berwarna-warni. Sentak saat itu juga penulis merasa malu dan akhirnya kepala taman kanak-kanak menghentikan semua acara yang ada dan meminta maaf atas apa yang terjadi. Akhirnya kepala taman kanak-kanak memutuskan untuk mengulang lagi acara tari sembah yang cukup berantakan itu.
            Saat yang lain pada mempersiapkan untuk persiapan tari sembah yang akan diulang lagi, penulis juga sibuk untuk mempersiapkan tapisnya agar tidak lepas dan turun lagi. Ia tidak mau mengulangi kesalahan yang sama lagi seperti sebelumnya. Karena prinsip penulis dari dulu hingga sekarang yaitu kesalahan dijadikan sebagai pelajaran bukan kebiasaan. Ia tidak mau kejadian memalukan terulang lagi dua kali. Akhirnya ibu penulis, guru dan kepala taman kanak-kanak turut membantu untuk pengeratan tapis tersebut. Perut mungil penulis diikat dengan tali rafia hitam lengkap bersama tapis dan peniti-peniti kecil agar kencang dan tidak akan bisa lepas lagi.
            Walaupun penulis sedikit menahan nafas saat proses tarian berlangsung, hal ini tidak menyurutkan semangat penulis. Cara  yang tadi dilakukan oleh ibu penulis, guru, dan kepala taman kanak-kanak berhasil. Tarian kedua yang dibawakan taman kanak-kanak penulis menjadi berhasil tanpa suatu halangan. Hal ini membuat penulis lega, namun kesan tersebut masih terbawa sampai sekarang. Penulis tidak akan pernah melupakan kejadian memalukan tersebut. Perasaan malu penulis dulu, masih dapat dirasakan sampai sekarang karena hal itu merupakan pengalaman yang paling memalukan.
            Saat acara selesai, nama Suri Maharani yang merupakan nama penulis dipanggil ke atas panggung untuk menerima piala atas prestasi bidang akademik yang telah ia dapat selama di taman kanak-kanak. Penulis mendapatkan piala itu dan ia sangat senang menerimanya. Penulis memang termasuk anak yang cerdas dikelasnya walaupun kondisi tubuh yang saat itu tidak terkendali, penulis sering jatuh sakit dan masuk kerumah sakit dalam jarak waktu yang cukup sebentar. Hal ini menyebabkan ayah penulis lagi-lagi meneteskan air mata atas prestasi yang diraih anaknya.
            Setelah kejadian memalukan terlewati, ayah dan ibu penulis mengajak makan siang dan mengajak solat dahulu sembari mengganti pakaian yang sedaritadi membuat penulis merasa tidak nyaman. Semua make up dihapus, dan dibersihkan. Ayah penulis bahagia lagi, karena wajah anaknya yang polos terlihat lagi tanpa ditutupi oleh make up yang tebal. Ayah penulis sangat senang atas apa yang dilakukan anaknya hari ini karena semuanya dianggap positif. Hal ini juga membuat penulis senang. 

            Saat akan masuk SD, disini terjadi keraguan ayah dan ibu penulis. Satu pertanyaan yang membuat mereka bingung adalah “Dimana anak perempuan mereka ini akan disekolahkan?” setelah melalui berbagai pertimbangan akhirnya ditemukan kesimpulan yaitu Suri Maharani akan dimasukkan ke Sekolah Dasar Negeri 1 Langkapura, SD ini merupakan salah satu SD teladan didaerah itu. Ayah dan ibu penulis berprinsip, walaupun anak mereka disekolahkan di SD negeri kalau sang anak dapat berkembang dengan sendirinya, ayah dan ibu akan mendukung. Berbagai pro dan kontra muncul, dari pihak saudara ada yang tidak setuju namun inilah pilihan.
            Penulis masuk SD pada umur 6 tahun. Penulis sangat senang karena menghadapi SD. Setelah yang pernah penulis bilang, selama penulis belajar di taman kanak-kanak, anak SD adalah dianggap terhormat. Maka karena itu, penulis senang masuk ke SD.
            Saat hari libur, penulis diajak orang tuanya untuk melengkapi perlengkapan untuk masuk ke SD nanti. Dari mulai seragam putih merah, tas, alat tulis, buku-buku pelajaran semua telah penulis siapkan dengan serapih mungkin.
            Hari yang ditunggu pun tiba, penulis sangat menunggu kapan ia akan mulai masuk sekolah. Akhirnya ia sekolah juga, semuanya dijalani dengan penuh semangat. Dari mulai upacara bendera, pembagian kelas, berkenalan dengan wali kelas dan berkenalan dengan teman-teman baru. Ternyata saat masuk ke SD ini, banyak juga teman-teman yang dahulu satu taman kanak-kanak dengan penulis. Namun yang membuat penulis sedih adalah teman-teman bermainnya pada saat masih di taman kanak-kanak tidak sekolah di SD itu, penulis tidak tahu dimana teman-temannya bersekolah sekarang.
            Saat penulis sedang asik memperhatikan guru membagikan kelas, datanglah seorang anak perempuan bernama Putri, anak perempuan itu mengajak penulis berkenalan. Pertamanya memang agak canggung, namun lama-kelamaan menyenangkan juga. Setelah asik mengobrol dan berkenalan satu sama lain, ternyata dahulu penulis dan Putri belajar di taman kanak-kanak yang sama namun berbeda kelas. Hal ini membuat penulis dan Putri tidak saling kenal.
            Ternyata setelah dilihat-lihat, penulis dan Putri mendapatkan satu kelas yang sama. Mereka mendapatkan kelas 1 A. Hal ini sentak membuat penulis dan Putri senang, mereka pun duduk sebangku. Mereka terlihat menikmati tempat duduk yang baru itu, ia dan Putri masih terus saja menceritakan tentang penalaman yang pernah mereka alami selama di taman kanak-kanak dulu.
            Tidak lama kemudian, datanglah anak perempuan yang lain, ia bernama Ega. Ega mengajak penulis dan Putri berkenalan setelah itu mengajak mereka main bersama. Begitu seterusnya, teman penulis terus bertambah seiring berjalannya waktu. Ada ayu, nena, mutiara, kurnia, age, dan masih banyak lagi termasuk laki-laki juga. Mereka merasa cocok untuk menghabiskan waktu bersama disekolah.
            Untungnya, penulis dan putri selalu berada di satu kelas selalu. Dari mulai kelas 1 A, 2 A, dan masuk ke kelas unggulan juga sampai ke kelas 6.
            Pada saat kelas 1 SD, wali kelas penulis adalah Ibu Nely Herawati. Pada saat kelas 2 SD, wali kelas penulis adalah Ibu Erleni. Pada saat kelas 3 SD, wali kelas penulis adalah Ibu Elly Karlina. Pada saat penulis kelas 4 SD, wali kelas penulis adalah Alm. Ibu Mastina, pada saat penulis kelas 5 dan 6 SD, wali kelasnya adalah Ibu Rosnah.
            Wali kelas penulis semuanya baik dan perhatian. Entah kenapa saat penulis duduk di bangku SD mendapat julukan “anak kesayangan guru” padahal penulis merasa biasa dengan semua hal yang ada.
            Berbagai lomba telah diikuti oleh penulis selama ia duduk di bangku sekolah dasar. Dari mulai lomba LCT agama, membaca puisi beraksara Lampung, LCT mata pelajaran, mewarnai, melukis, membuat kaligrafi, membuat madding, senam, dan lain-lainnya. Semua itu berbuah manis. Penulis mendapat beberapa piagam dari hasil lomba itu yang selanjutnya ia pakai untuk pendaftanran masuk ke SMP.
            Namun bukan hanya piagam saja yang ia cari melainkan pengalaman yang berbada juga. Pengalaman itu sangat berharga menurut penulis, karena tidak semua orang dapat merasakan apa yang kita rasakan.
            Pada saat kelas 1 SD, ibu wali kelas penulis adalah ibu Nely Herawati. Ibu Nely baik, namun tak sebaik guru pada waktu taman kanak-kanak dahulu. Sebenarnya penulis merasa sedikit kaget dengan keadaan di SD sekarang. Biasanya, dahulu sangat dibimbing, dituntun layaknya anak kandung sendiri. Mendidiknya dengan penuh kelembutan dan kasih sayang, kalau tidak bisa diajarkan sampai bisa. Namun pada saat SD, semua itu hilang. Mungkin bukan penulis saja yang kaget akan hal ini, namun semua orang yang bertransmisi dari taman kanak-kanak ke masa SD akan merasakan hal yang sama. Disini otomatis lebih disiplin. Mengapa dikatakan lebih disiplin? Misalnya, suatu hari seorang anak tidak membuat PR dan pasti ia akan dihukum oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan, setelah itu orang tua dari anak tersebut diberi tahu akan perilaku anaknya, lalu akan timbul rasa jera dan tidak mau mengulangi kesalahannya lagi sehingga timbul rasa rajin dalam diri anak tersebut walaupun keadaannya terpaksa.
            Kehidupan kelas 1 penulis dipenuhi dengan canda dan tawa. Hari demi hari dilewati dengan gembira bersama teman-temannya. Sehingga suatu ketika pada saat pembagian rapor, penulis mendapatkan rangking pertama dikelasnya yang membuat orang tua penulis bangga. Padahal, pada saat taman kanak-kanak sampai kelas 3 SD, kondisi tubuh penulis rentan dengan penyakit. Sehingga sering tidak masuk sekolah dan mengganggu konsentrasi belajar penulis. Namun dengan semangat penulis tidak pernah surut untuk mengalahkan sakit. Begitu juga saat smester 2 kelas 1, ia mendapat rangking pertama dikelasnya.
            Kelas 2 tiba, penulis sangat tidak terasa ternyata waktu berjalan dengan cepat, pertemanan dengan Putri masih  berjalan mulus. Wali kelas penulis adalah Ibu Erleni. Mereka menghabiskan waktu berdua, berlomba, besar-besaran nilai yang pada akhirnya mereka mendapat perdikat pertama bersama-sama dikelasnya.
            Pada saat kelas 3 SD mereka berdua berhasill masuk ke kelas unggulan sehingga mereka masuk ke kelas yang sama untuk kesekian kalinya. Saat itu, kelas unggulan diletakkan di posisi kelas yang terakhir. Mereka mendatkan peringkat pertama lagi. Sampai-sampai banyak guru yang mengajukan mereka mengikuti berbagai lomba. Namun lagi lagi kondisi kesehatan penulis yang tidak terkendali sehingga ia harus masuk ke rumah sakit lagi untuk yang kedua kalinya.
            Kelas unggulan memiliki wali kelas yang bernama Ibu Elly Karlina. Ibu Elly Karlina adalah guru yang sangat baik menurut penulis, penulis sangat senang dengan Ibu Elly karena selain ia pintar, ia juga baik dan akrab dengan anak muridnya. Suatu ketika penulis pernah diajak main kerumah Ibu Elly. Sampai sekarang, penulis tidak akan pernah melupakan ibu Elly.
            Pada saat kelas 4 SD, wali kelas penulis adalah Alm. Ibu Mastina. Beliau meninggal pada saat penulis kelas 8 SMP. Saat masa hidupnya, ibu Mastina sangat baik terhadap penulis sehingga penulis pun sayang kepadanya. Semoga amal baik ibu mastina diterima di sisi-Nya dan kita semua masih tetap mengenang jasa Ibu Mastina Amin.
            Pada saat kelas 5 dan kelas 6 wali kelas penulis sama yaitu ibu Rosnah. Ibu Rosnah juga tidak kalah baik dengan wali kelas wali kelas penulis sebelumnya. Beliau cukup tegas sehingga timbul rasa disiplin didalam diri anak-anak didiknya.
            Karena penulis sering mengikuti lomba-lomba, hal ini membuat penulis dekat dengan semua guru bahkan kepala sekolah. Sampai saat ini, mereka sering bertemu dan guru-guru pun tidak lupa dengan penulis. Karena penulis dianggap sebagai sosok yang ramah dan cerdas, jadi guru-guru dan kepala sekolah tetap ingat dengannya. Semua kejadian dan cerita-cerita yang hadir dan dibuat pada masa SD tidak akan pernah dilupakan oleh penulis, semua akan terkenang dalam diri penulis sampai kapanpun.
Penulis berada di barisan paling depan

Penulis yang sedang menerima piala

Saat Penulis TK hingga SD



Saat penulis masuk SMP….
            Pertanyaan yang paling sering dibahas saat penulis sudah masuk ke kelas 6, yaitu “dimana akan melanjutkan ke SMP?” pilihan pertama sudah jatuh ke SMPN 2 Bandar Lampung. Memang penulis pertama kali sudah jatuh hati pada SMPN 2 Bandar Lampung, namun ia kurang yakin untuk masuk ke SMPN 2 Bandar Lampung, karena dalam bayangannya anak yang bersekolah di SMPN 2 Bandar Lampung adalah anak yang semuanya pintar sehingga kalau muridnya tidak kuat akan disingkirkan. Namun ternyata semua bayangan yang sudah melintas difikiran penulis tidak sepenuhnya benar.
            Pada saat tes demi tes telah dilalui dan ternyata semuanya berhasil lulus, akhirnya penulis diterima pada urutan ke 47. Ini membuat penulis senang dan menjadi penyemangat baginya untuk lebih belajar dengan giat.
            Saat liburan, ia senang karena ia sudah aman. Mengapa bisa dikatakan aman? Karena penulis diterima di kelas RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) yang tesnya dilakukan duluan sebelum tes SMP yang regular. Sehingga ini membuat penulis jauh lebih santai dari yang lainnya. Penulis selalu menjatuhkan hatinya untuk liburan dirumah nenek dan kakeknya nya yang terletak di Lampung Timur.
            Pergi berlibur ke Lampung Timur adalah rutinitas yang selalu dilakukan penulis dan keluarganya apabila liburan. Penulis dan keluarganya sering kesana karena ibu penulis adalah anak tunggal, sehingga nenek dan kakek penulis sering merasa kesepian dan rindu terhadap anak dan cucunya. Hanya saudara yang menemaninya disana, jadi penulis dan keluarga menjadikan hal ini sebagai rutinitas.
            Saat pertama kali masuk ke SMPN 2, penulis diharuskan untuk mengikuti Masa Orientasi Siswa (MOS) selama 3 hari di sekolah. Saat itu penulis mendapatkan posisi di kelompok Amerika. Sangat seru saat kegiatan MOS karena disinilah kita mengenal lingkungan, keadaan dan suasana di sekolah mereka yang baru tersebut. Baiklah semua masih berjalan dengan lancer hingga penuls berkenalan dengan banyak teman baru dari berbagai macam sekolah dasar juga.
            Pada saat pembagian kelas, penulis mendapatkan kelas 7 RSBI-1 yang berwalikelaskan ibu Ermaniar S. Raya yang merupakan ibu guru bahasa inggris. Pada saat kelas 7, adalah saat dimana bertransisi dari masa SD ke masa SMP. Jadi, nilai-nilai penulis pada saat kelas 7 smester 1 masih terombang-ambing. Penulis memang agak merasa kecewa dengn nilainya yang hanya segitu, namun penulis masih tetap bersemangat akan hal itu.
            Pada saat kelas 8, penulis mendapatkan kelas 8 RSBI-2 yang berwalikelaskan ibu Susana Sri K. ibu Susana terkenal sangat tegas sehingga timbul rasa disiplin dalam diri anak muridnya. Namun walaupun Ibu Susana sangat disiplin, hal ini malah memacu belajar kita, karena mereka merasa takut dengan beberapa ancaman-ancaman baik yang ia berikan. Seperti akan dipanggil orang tuanya apabila 2 nilai rapor bayangan kami tidak mencapai KKM. Sentak hal ini membuat kami takut dan akhirnya memicu kami untuk lebih belajar dengan giat, terimakasih Ibu Susana, kami sayang padamu. Hanya itu yang dapat penulis sampaikan.
            Pada saat kelas 8 SMP, inilah saat dimana kami mulai untuk menyatu dan bermain bersama. Disini penulis sering bermain dengan Stella devy Adhyanti, Sonya Soraya Syafrullah, Fatynia Ilmiyatni dan Eindita Septiara. Entah apa yang membuat mereka dekat sehingga sering main bersama. Penulis sangat nyaman bermain dan berbagi cerita dengan mereka, karena mereka setipe dengan penulis. Pada saat SMP, semua orang pasti membutuhkan teman untuk bercerita, berbagi inspirasi, meminta pendapat atau nasihat, semuanya kita perlukan. Mengapa demikian? Karena masa SMP adalah masa dimana semua orang bertransmisi dari anak-anak ke masa Remaja atau biasa disebut masa pubertas. Banyak cerita yang bisa kita bagi dengan sahabat dan teman. Entah tentang masalah kita, tentang perasaan kita atau bahkan tentang nilai kita. Bercerita membuat semua keadaan menjadi baik kembali dan meringankan beban yang ada pada hati dan fikiran kita.
            Pada tanggal  9 Desember 2009 merupakan jatah untuk kelas 8 dan 9 pada tahun itu untuk melaksanakan Out Bond bagi kelas RSBI. Pada saat itu penulis dan teman-temannya pergi ke Bandung. Pada saat itu seru karena kedekatan kami makin menjadi-jadi. Karena selain kita mendapat pelajaran saat disana, penulis dan teman-temannya pun menjadi dekat satu sama lain.
            Pada saat seusai outbond dan setelah bagi rapor, penulis melakukan proses oprasi amandel yang membuatnya sedikit tersiksa. Karena pada saat tahun baru, semua orang sedang selebrasi menyambut tahun baru, pada saat itu penulis sedang menahan rasa sakit karena luka bekas oprasi dibagian tenggorokannya. Sungguh menyedihkan karena yang lainnya berhura-hura, sedangkan dirinya menahan hura-huranya itu.
            Mirisnya, pada saat yang lain sedang memakan makanan yang ia sukai, pada saat itulah nia dilarang makan makanan yang ia suka. Mengapa? Karena apabila sembarangan memakan sesuatu, penulis bisa saja terluka lagi dan jahitan bekas lukanya akan infeksi. Penulis hanya bisa memakan makanan yang sudah dingin atau yang dingin dan lembut. Inilah kisah menyedihkan yang dialami penulis sampai ia masuk ke sekolah. Pada saat ia masuk kesekolah, penulis masih merasakan rasa sakit dibagian luka bekas dioprasi itu dan membuat penulis menjadi pendiam. Karena bekas luka itu akan sakit apabila penulis mengeluarkan suara yang besar karena bekas lukanya akan bergoyang. Namun semua teman-teman penulis tetap maklum.
            Pada saat kelas 9 SMP, ia mendapatkan kelas 9 RSBI-1 yang berwalikelaskan Ibu Risnauli Hasibuan. Guru kita yang satu ini baik namun agak sedikit berbeda dengan wali kelas yang lainnya. Namun semuanya masih tetap berjalan normal. Pada saat kelas 9 ini, kedekatan antara satu sama lain sangatlah dekat, penulis dengan teman-temannya sangatlah dekat, tidak ada jarak diantara laki-laki dan perempuan. Semua sama, semua berteman, semua dekat, semua saudara. Penulis sangat nyaman berada diantara teman-temannya di kelas 9 RSBI-1. Pada saat kelas 9, penulis sangat dekat dengan Stella Devy Adhyanti, Jeska Janetha Ramadella, Reinecke Ribka Halim, M. Rezky Ramadhan, M. Mara Sutan, M. Yogi Alnasir, Adam Syaiful Hilal, dan M. Hasan Ghazali. Yang lain dekat, namun tak sedekat dengan mereka ini. Mereka dekat karena sering main bersama dan sering berbagi cerita. Semuanya mereka jalani bersama. Dari mulai suka dan duka, semua seperti keluarga, penulis sangat sayang kepada mereka sebagai sahabat.
            Pada saat kelas 9, penulis dekat dengan seseorang yang mengubah hidup dan pandangannya, ia bernama Yuza Rahmadhan. Yuza merupakan anak laki-laki yang lahir pada tanggal 9 Februari 1996 yang lahir dari keluarga 2 suku yaitu Kalimantan dan Jawa, ia bertempat tinggal di Pahoman Bandar Lampung. Yuza adalah sosok yang penulis kagumi dari segi pemikirannya. Yuza adalah kakak kelas 1 tingkat dari penulis. Yuza adalah anak laki-laki dengan tipe tinggi, kulit yang coklat dan rambutnya yang keriting. Walaupun sudah berbeda sekolah, yuza dan penulis masih tetap dekat dan bertemu bahkan kadang bermain bersama dikala suatu kesempatan. Penulis merasa sangat nyaman berada didekat Yuza karena mereka berdua merupakan satu tipe dan satu pemikiran, ini membuat penulis merasa nyaman didekat Yuza. Setiap bertemu, mereka senang sekali berbagi cerita, suka dan duka mereka lewati bersama walaupun mereka berbeda kelas 1 tahun, ini tidak menjadi halangan mereka untuk dekat karena baik penulis maupun Yuza, memiliki sifat yang lebih terbuka dan cepat mengenal satu sama lain.
Pada saat sudah mendekati ujian demi ujian, ini membuat penulis merasa tidak cukup waktu dengan teman-temannya sama seperti apa yang teman-temannya yang lain rasakan. Sehabis semua kelas 9 menjalankan ujian wajib, yaitu ujian nasional akhirnya mereka memutuskan untuk berlibur bersama. Pilihan mereka dijatuhkan ke Bukit Mas Cottage and Resto. Mereka menginap selama 1 malam. Disana terjadi kedekatan mereka yang sangat erat. Bersama dengan rasa kewas-wasan mereka untuk menghadapi pengumuman kelulusan, disana juga mereka merasa takut untuk kehilangan masa-masa kelas 9 mereka. Namun penuli dan teman-temannya berkeyakinan bahwa mereka pasti lulus dan akan melanjutkan ke SMA pilihan mereka. Namun sedihnya, mereka akan kehilangan kegembiraan yang telah mereka rasakan ini. Karena sudah banyak yang akan menyebar setelah SMA nanti. Ada yang akan melanjutkan ke Taruna Nusantara, ada yang ke Bandung, atau bahkan beda sekolah dan sekolah yang sama namun berbeda kelas. Mereka sangat menikmati apa yang mereka rasakan pada saat itu, mereka sangatlah dekat sampai-sampai 1 malam tidak cukup untuk mereka.
            Pada saat pulang dari berlibur bersama, mereka harus menghadapi pendaftaran masuk SMA Negeri 2 Bandar Lampung yang RSBI. Disini mereka juga berkeyakinan untuk masuk kedalam SMAN 2 Bandar Lampung. Mereka optimis untuk masuk ke SMAN 2 Bandar Lampung namun mereka pesimis untuk dapat satu kelas lagi.
            Hari tes pun tiba, akhirnya tes demi tes mereka jalani dengan penuh antusias dan serius. Namun entah mengapa pada saat tes demi tes dikerjakan oleh penulis, tidak sedikitpun rasa takut tidak lulus tes atau nervous hadir dalam fikiran penulis. Entah mengapa, dirinya pun bingung menghadapi sikapnya yang terlalu santai. Namun ibu penulis mengatakan bahwa hal itu cukup baik karena apabila penulis duluan nervous menghadapi tes, hal ini malah membuat blank dan lupa akan semua pelajaran. Namun penulis bingung karena hal ini juga terjadi pada saat ujian nasional, ujian sekolah dan ujian praktek juga, tidak ada sedikitpun rasa gugup didalam diri penulis. Penulis lebih gugup pada saat latihan ujian nasional saja, selebihnya tidak sama sekali. Penulis pun tidak pernah belajar lagi dari ujian nasional sampai tes masuk SMA, karena penulis merasa lelah dengan apa yang telah dipelajari pada saat itu. Ataukah penulis merasa mampu dengan semua tes ini? Ataukah penulis merasa benar-benar akan masuk ke SMAN 2 Bandar Lampung?
            Dan tenyata benar, kepercayaan diri dari penulis, terbayar sudah karena ia sudah resmi diterima dari tes tersebut. Alangkah senang penulis karena sudah dapat sekolah sedangkan diluar sana masih banyak teman-temannya yang belum mendapat sekolah lanjutan lagi.
Penulis yang sedang duduk dan berambut pendek

Penulis sedangberdiri di paling kiri

Penulis ada di nomor dua dari kanan

Penulis berada di atas paling kiri

Penulis berada di barisan tengah kanan nomor tiga

Penulis memakai kebaya berwarna hijau

Penulis memakai kaos berwarna biru

Penulis memakai baju OSIS berdiri

Penulis berada di sebelah kiri
Penulis pada saat SMP


Ketika penulis benar-benar masuk SMA….
            Pada saat melihat pengumuman online SMA Negeri 2 Bandar Lampung (Smanda) penulis sangat senang karena namanya telah tercantum sebagai siswa yang telah lulus tes. Begitupun dengan orang tua penulis yang turut senang mendengar kabar yang sudah lama ditunggu-tunggu. Orang tua penulispun senang karena anaknya tidak perlu lagi mencari sekolah dan dapat berlibur ke rumah neneknya di Lampung Timur.
            Pada saat Pramos dilakukan selama 3 hari dan Mos dilakukan selama 3 hari, disinilah masa dimana penulis mengenal semua hal mengenai SMA dan mengenai sekolahnya yang akan ia tumpangi selama 3 tahun ini. Disini, kelompok dibagi berdasarkan urutan huruf depan dari nama siswa, karena penulis bernama Suri Maharani, otomatis ia mendapatkan kelompok yang dibagian belakang. Kelompok tersebut bernama “Seruit” dengan cirri-ciri warna putih.
            Pada saat Pramos dan Mos semua siswa dan siswi diperintahkan untuk membuat topi kerucut yang memiliki tinggi 30 cm dan label nama seukuran kertas A4 yang bertuliskan nama dan kelompok dengan diikat oleh tali kur yang akan digantung di leher masing-masing siswa. Penulis mendapatkan kelompok seruit sehingga ia diharuskan untuk mtmbuat topi dan label nama berwarna putih. Tujuan dibuat topi adalah untuk melindungi siswa dan siswi dari sengatan panas matahari siang dan mungkin saja hujan karena saat mos, mereka diajarkan untuk baris-berbaris. Yang mengajarkan mereka adalah para anggota Brimob, sekolah yang mengundangnya untuk mengajari mereka baris-berbaris dengan tujuan untuk meningkatkan kedisiplinan dan mengenalkan lebih dalam lagi bagaimana gerakan yang benar dari baris-berbaris tersebut.
            Pada saat mos juga, semua siswa dan siswi diminta untuk membuat tas dari karung dan memakai dasi pita berwarna hitam dan memakai celana dasar berwarna hitam. Tujuannya ini dilakukan adalah untuk menyamakan kedudukan dimata orang yang melihat, selain itu juga pada saat mos dilarang membawa kendaraan sendiri.
            Pada saat mos, disini mereka diajarkan untuk mengenal bagaimana keadaan sekolah mereka yang baru. Dari mulai diajarkan berseragam yang baik, menyanyikan mars dan hymne sekolah, pendekatan dengan berbagai macam sifat guru-guru bidang study, pengenalan OSIS dan MPK, pengenalan mata pelajaran dan jurusan IPA dan IPS dan lain-lainnya. PJ (Penanggung Jawab) kelompok Seruit adalah kakak kelas kami kelas XII, mereka ada 4 orang yang sangat bertanggung jawab dan setia menemani mereka, yaitu Gadis Pinandita, Tri Sadewo, Rizky Akbar Kurniadi dan Kharisma Muhammad Husen.
Pada saat hari terakhir mos, seluruh siswa-siswi yang mengikuti kegiatan itu diminta untuk berjalan dari smanda ke lembah hijau. Saat itu kebersamaan antara PJ dan anggotanya mulai terlihat. Mereka berjalan bersama dari lapangan smanda menuju ke lembah hijau. Kebetulan penulis adalah ketua dari seruit tersebut. Ia diminta untuk mengambil undian, undian itu berisi tentang nomor urut berapa seruit akan berjalan ke lembah hijau. Saat sudah diambil, ternyata seruit mendapatkan urutan ke 3. Pada saat seruit sudah di berangkatkan, mereka sangat bersemangat, sehingga lelah tak mereka rasakan lagi. Mereka sangat bersemangat, PJ kami pun bersemangat. Namun, pada saat itu yang ikut mereka berjalan hanyalah 2 kakak PJ mereka yaitu Tri Sadewo dan Rizky Akbar Kurniadi. 2 orang PJ mereka lagi sudah menunggu disana. Saat diperjalanan mereka sempat berfoto-foto dan bernyanyi-nyanyi dengan tujuan agar mereka lupa dengan kata-kata lelah disaat perjalanan mereka yang cukup jauh ini.
Saat diperjalanan yang cukup melelahkan, jalan yang menanjak dan menurun membuat banyak peserta mos tumbang diperjalanan, ada yang atsma, sesak nafas dan lain-lainnya. Namun hal ini tidak terjadi pada kelompok kami yang sangat semangat menghadapi mos ini. Apabila ada yang akan tumbang, segera kami semangati agar ia semangat lagi. Rasa kebersamaan kami sangatlah pekat disaat hari terakhir mos ini, apalagi pada saat penutupan mos, kami sangatlah sediha karena harus berpisah dengan kakak-kakak PJ kami ini. Karena sudah 6 hari  bersama, kami melakukan hal sama-sama dari mulai makan siang, membuat yel-yel dan lainnya. Kami pun pulang dengan wajah lelah.
Keesokan harinya pada saat penulis sudah disekolah, ia melihat papan pengumuman dan hasilnya, ia memasuki kelas X RSBI 6 pada saat itu hanyalah sedikit teman penulis yang masuk ke kelas X RSBI 6, namun ternyata dugaan penulis salah, karena kelas dapat dipindah-pindah sesuka hati mereka. Jadi penulis mendapatkan teman di kelas X RSBI 6. Ternyata banyak anak SMPN 2 Bandar Lampung disini. Lebih dari 20 ada disini menjadikan suasana lebih asik.
Kebersaamaan X RSBI 6 sampai sekarang semakin dekat, penulis merasakan hal itu. Namun pada saat ini X RSBI 6 masih menempati lab fisika karena kelas baru mereka belum selesai dikerjakan. Hal ini cukup membuat mereka tersiksa karena setiap hari harus pindah kesana kemari. Mengapa hal ini terjadi? Karena mereka sudah 2 bulan lebih menempati lab fisika. Dan itu berarti mereka adalah pengganggu semua murid yang akan berpraktek, sehingga nereka harus pindah.
Pada suatu waktu, terdapat lomba futsal antar kelas, kelas X RSBI-6 menggunakan kostum bola klub bernama Chelsea yang berwarna biru. Mereka kompak untuk membeli jersey itu sekelas sehingga saat anak laki-laki kelas mereka bermain, mereka kompak akan memakai jersey tersebut sehingga akan menimbulkan kesan mendukung kelas mereka sendiri.
Selain itu, penulis juga mengikuti kegiatan MPK (Majelis Permusyawaratan Kelas) di Smanda. Ini menimbulkan kesan dan cerita tersendiri bagi penulis. Penulis mendapat kesempatan untuk menjabat sebagai Sekertaris 1 MPK. Disini, penulis lebih banyak mendapat cerita dan pengalaman sendiri. Sehingga membuat penulis sayang terhadap mereka semua, penulis sayang kepada semua teman-temannya. Sekian autobiografi dari penulis semoga dapat menginspirasi bagi pembaca amin.



Penulis bersama teman-teman SMA

0 komentar:

Posting Komentar